Mashlahah tanpa Masalah



Tidak lepas dari kita sebagai umat islam yang menganut pada aturan agamanya untuk bisa mengerti tujuan dan cita-cita dalam agama itu sendiri (Maqashidush syari’ah) yaitu untuk mencapai sebuah Mashlahah Ummat bukan malah menjadi masalah yang menjadi beban baru dalam kehidupan sehingga menciptakan tercipta rasa dinamis dalam beragama atau dalam istilah Ibn al-Qayyim disebut juga keadilan jika dimaksudkan dalam siyasah islam dan ketenangan jika dalam beribadah dll
 Mungkin karena banyaknya perbedaan dan perdebatan diantara para pakar-pakar ilmuwan seperti di Negara kita Indonesia sehingga mungkin belum menemukan titik temu dalam orbit cita-cita Syari’ah yaitu mashlahah dan yang terjadi malah menjadi masalah yang mengakibatkan saling berfanatik yang berlebihan dan mengakibatkan saling menyalahkan yang satu dengan yang lainya.
Saya teringat dengan pembelajaran Ushul fiqh yang telah diajarkan oleh guru-guru di pondok pesantren tentang asbab dari wujudnya epistemologi Ushul Fiqh yaitu kembali pada” Mashlahah Hamba” di dunia dan akhirat.Dan pada intinya diskursus Maslhahah melahirkan paradigma tafsir tekstual dari satu pihak dan kontekstual dari pihak lain.Dalam anggapan pihak yang Mashlahah tekstual berartikan realita kehidupan atau tata kehidupan yang berada dibawah dari Teks Syari’ah.Sebaliknya anggapan yang Mashlahah Kontekstual yaitu Teks Syari’at yang  berada dibawah realita keadaan,sehingga untuk kelompok yang menyatakan Kontekstual tidak segan-segan menggugat otoritas teks agar beriringan dengan realita bukan malah bertentangan.
Dalam akar perdebatan diatas,sehingga dapat menimbulkan pertanyaaan”Apakah hukum-hukum Allah dapat berubah sesuai dengan irama perubahan Mashlahah/Realita?.Melihat dari sejarah turunya wahyu sebenarnya menunjukkan jawaban iya seperti yang telah diindikasikan di dalam al-Qur’an misalnya tentang Nasikh Mansuukh.at-tadarruj fi at-Tasyri’,asbab an-nuzul dan lain-lain.Dalam peristiwa tersebut mengisyaratkan bahwasanya ada perpaduan antara Syaria’ah mengandung mashlahah atau mafsadah (Masalah).Akan tetapi setelah wahyu berhenti turun dan Rosululloh wafat,timbul suatu kekhawatiran menambah syari’at sendiri atau mengganti syari’at lama bilamana harus mengikuti irama mashlahah yang berwatak temporal.
Untuk itu bisa ditarik kesimpulan Mashlahah di bagi menjadi dua bagian.Pertama,mashlahah Konstan yang yang tidak beradaptasi dengan lingkungan dan yang kedua,Mashlahah adaptif yang bisa mengikuti alur irama perubahan sesuai kondisi yang mengitarinya.
Oleh karena itu sedikit yang bisa saya ambil hikmah dari apa yang saya serap,Allah menurunkan Syari’at yaitu tuntutan kepada hambanya agar merasa teratur dan tenang dalam melaksanakan aspek keTuhanan bukan malahan menjadi hambatan yang merasa terbebani karena tidak sejalan dengan keadaan yang seperti biasanya,sehingga karenanya sampai- sampai meninggalkan Syari’at kaseluruhan Na'udzubillah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ilmu Eksakta di tangan umat islam

Penyebaran islam di Asia Tenggara

Bahtera Ilmu